Wednesday, June 20, 2007

BSM Peroleh Izin Simpanan Emas dari BI

JAKARTA -- Bank Syariah Mandiri (BSM) telah mengantungi izin produk simpanan emas dari Bank Indonesia (BI) bulan ini. Rencananya, BSM akan meluncurkan produk tersebut paling lambat akhir kuartal ketiga tahun ini. Saat ini, BSM tengah melakukan sejumlah persiapan agar target waktu peluncuran produk tersebut dapat tercapai.

Menurut Direktur BSM, Hanawijaya, pihaknya sengaja mengembangkan produk investasi emas karena beberapa faktor. Salah satunya adalah karena BSM memang ingin menjadi pusat produk keuangan syariah di Indonesia. ''Karena itu, kita tengah berupaya mengembangkan produk simpanan investasi emas,'' katanya, di sela acara relaunching produk reksa dana syariah (RDS) Mandiri Syariah Investa Berimbang, Selasa, (19/6).

Kepala Divisi Pengembangan Produk BSM, Firman Jatnika menyebutkan, BSM berencana menerbitkan produk simpanan investasi emas tersebut pada kuartal ketiga tahun ini. Setelah BSM mengantungi izin prinsip penerbitan produk tersebut dari BI bulan ini. ''Launching produk kita harapkan sebelum akhir kuartal ketiga ini,'' katanya.

Produk simpanan investasi emas BSM akan menggunakan standar emas internasional 24 karat. Dalam praktiknya, BSM akan menerbitkan sertifikat bagi nasabah pemegang rekening simpanan investasi emas. ''Jadi, emasnya dititipkan ke BSM atau di vendor yang ditunjuk BSM. Yang jelas ini off balanced sheet,'' katanya.

Pekan lalu, Senior Vice President (SVP) HSBC Amanah Indonesia, Mahmoud Abushamma menyatakan, HSBC Amanah menargetkan produk simpanan emas fisik HSBC dapat terbit paling lambat pertengahan Juli mendatang. Karena itu, ia berharap izin dari BI dapat segera diterbitkan. ''Ya kami sudah ajukan izin ke BI untuk produk simpanan emas kami sekitar bulan lalu.''

Menurut Mahmoud, Indonesia memiliki potensi pasar nasabah investasi emas cukup signifikan. Selain itu, produk simpanan investasi emas HSBC juga telah ada di negara lain seperti di Inggris. Performa tabungan investasi emas tersebut dinilai cukup bagus. Hal tersebut terutama karena emas memiliki nilai lebih stabil dibandingkan mata uang kertas.

Ditargetkan Rp 200 miliar
Presiden Direktur Mandiri Manajemen Investasi (MMI), Abiprayadi Riyanto menargetkan penjaringan dana kelola syariah sebesar Rp 200 miliar tahun ini dari RDS Mandiri Syariah Investa Berimbang. Sedangkan, yield RDS tersebut diharapkan dapat berkisar 1-3 persen per bulan dengan pertumbuhan 8 persen. ''Kami menargetkan hingga akhir tahun ini dana kelola dari reksa dana syariah berimbang mencapai Rp 200 miliar,'' katanya.

Menurut Abiprayadi, RDS Mandiri Syariah Investa sebetulnya pertama kali diterbitkan pada November 2004. Selanjutnya, RDS tersebut mampu menjaring dana kelola syariah hingga Rp 60 miliar. Namun, pada September 2005, jumlah dana kelola RDS tersebut menurun tajam menjadi Rp 9 miliar saat terjadi redemption September 2005. Saat itu, BSM menjadi satu-satunya agen penjual RDS tersebut.

Selanjutnya, MMI memutuskan untuk meluncurkan kembali RDS tersebut Mei ini. Alasannya, kondisi investasi di Indonesia semakin membaik. Selain itu, potensi investasi RDS syariah juga terus meningkat. Hal tersebut ditunjukkan dengan bagusnya performa sejumlah RDS yang dimiliki beberapa perusahaan manajer investasi. ''Karena itu, kami meluncurkan kembali tentunya dengan kemasan dan strategi pemasaran berbeda,'' katanya.

Dalam peluncuran kembali tersebut, Abiprayadi menyebutkan, MMI tetap menggandeng BSM. Terlebih, BSM telah mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK sebagai agen penjual reksa dana (Aperd) per 24 April lalu. Selain itu, MMI juga menggandeng sejumlah bank lain sebagai Aperd tambahan.

Menurut Firman, saat ini BSM memiliki 69 wakil Aperd (Waperd) yang melayani penjualan RDS Mandiri Investa Syariah Berimbang. Sedangkan, tahun lalu, BSM hanya memiliki 26 Waperd.

Hingga April lalu, dana pihak ketiga (DPK) per Mei 2007 tercatat berjumlah Rp 8,77 triliun. Jumlah tersebut tercatat mengkomposisi sekitar 40 persen dari pangsa DPK perbankan syariah. Hingga April lalu, DPK BSM tercatat sebesar Rp 8,799 triliun dengan pembiayaan dan aset masing-masing Rp Rp 7,739 triliun dan Rp 10,428 triliun. (Republika Rabu, 20 Juni 2007 10:40:00)

1 comment:

sri bayu said...

Sebagai orang awam, saya ingin bertanya standar harga internasional mana yang dipakai.

Terimakasih